Bersyukur : Idealis Vs Realistis

Bersyukur. Kata yang sering kita lupa.  Terkadang kita lupa bahwa kita sudah mendapatkan banyak hal untuk bisa kita syukuri. Kita tetap mengeluhkan apa yang orang lain miliki dan tidak kita miliki. Kadang kita harus yakin bahwa setiap orang punya  jalan hidupnya masing-masing. Berada di depan saat ini belum tentu membuat kita lebih baik dari orang lain. Begitu juga saat kita ada di belakang, bukan berarti kita lambat dan tertinggal dari orang lain. Setiap orang punya waktunya masing-masing dan jalan yang telah ditetapkkan untuk sampai pada waktu tersebut. Don't push your self to achieve another people standard, just make your own standard based on your own capacity. You have your own time.

That is a little reminder for me tho. Menyelesaikan kehidupan kampus kadang membuatku berpikir akan banyak hal. Merasa tertekan dengan berbagai tuntutan yang diciptakan lingkungan sosial, mungkin lebih tepatnya tuntutan yang ku "pikir" dituntut oleh lingkungasn sosial.Padahal kalau dipikir-pikir semua ini soal proses. Tidak ada kata cepat dan terlambat untuk segala sesuatu. Kehidupan pasca kampus mengajarkanku bahwa keluar dari zona nyaman itu sangat tidak mudah. Kampus bagiku adalah dunia yang ideal, dunia yang bisa membebaskanku untuk berekspresi dan setidaknya membuatku menjadi diriku sendiri. Akan tetapi setelah keluar, semua itu tidak selalu mudah. Dunia seakan mulai menuntutmu untuk menjadi realistis, sedangkan hati dan pikiranmu masih ingin menjunjung idealismenya. Hal ini menjadi lebih sulit ketika perjalanan menemukan sesuatu yang idealis sekaligus realistis bagimu itu tidak semudah yang kamu bayangkan. Akan tetapi dunia di sekitarmu terus berputar dan seakan memaksamu untuk mengikuti perputarannya, memintamu untuk menjadi realistis saja. Bagi beberapa orang mungkin hal ini cukup mudah karena dari awal mereka sudah memilih untuk realistis, atau idealisme mereka cukup mudah dipertemukan dengan realita. Akan tetapi, nyatanya tidak semua orang begitu. 6 bulan setelah mendapatkan gelar sarjana ku mulai belajar. Tidak ada salahnya mencoba mempertahankan idealismemu, asalkan kamu juga percaya bahwa semua sudah ada jalannya masing-masing. Asalkan kamu percaya suatu saat idealisme itu bisa kamu pertemukan dengan realitamu. Asal kamu bisa mensyukuri pilihan yang kamu ambil dan apa yang kamu dapatkan darinya. Asal kamu percaya bahwa setiap orang punya waktunya masing-masing.

Menjadi realistis atau idealis tentunya dikembalikan pada pilihan masing-masing, tidak ada yang salah dari kedua pilihan tersebut. Karena keduanya adalah soal cara kita memandang hidup, dan bagaimana kita ingin memaknai hidup. So just be yourself and be grateful with every choice that you made. This is your life, don't let extraneous variable taking to much control in it. Just draw your own story with your own value.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

First Impression

Prioritas

Langkah